CONTOH NASKAH TEATER

Contoh Naskah Teater

BAYANG-BAYANG SANTIAJI

Lakon Lima Babak
Karya : Agus Supriyatna
Dramatik Person :
• Empat Tokoh Agama
• Tiga Orang Tokoh Hitam
• Enam Orang Penari Goda
• Empat Orang Anak
• Para Penari Keributan

• Seorang Kakek
• Seorang Anak
• Seorang Bayi
• Para Dayang
• Para Penari Persembahan
• Para Penari Lapar
• Para Rakyat
• Dua Penari Kucing

Prolog
Lakon atau cerita ini terjadi entah dimana, tetapi kita sadari mungkin napasnya
tercium membaui sekeliling kita. Seperti racun atau pun parfum yang dapat
mempengaruhi orang untuk bersikap dan bertindak. Namun itu semua perlu
waktu dan waspada.
Lakon ini lebih cocok dipanggungkan di atas proscenium, agar jarak estetis
terjalin dengan baik dengan penonton. Setting pertunjukan secara keseluruhan
bersifat presentatif, bahkan lebih sederhana dari itu. Bentuk pemanggungan
pun dapat diolah dengan kontemporer, ataupun dibawa kearah tradisional.
Babak I
Musik overture sebagai gambaran peristiwa mengawali pertunjukan. Denting
bunyi dan suara menyayat terdengar banyak komposisi musikal keagamaan
dari arah penjuru negeri. Cyclorama tampak silhouette tempat ibadah.
Keempat pemuka agama masuk saling bergantian dengan gumaman tasbihtasbih
keagamaan, diawali dengan konfigurasi terpola, acak dan akhirnya
bersatu dalam napas komposisi tematik perceptual dan visual. Atmosfir yang
dibangun perasaan gelisah dan bimbang menghadapi zaman yang chaos
dan tak menentu.
Babak II
Adegan 1 :
Empat tokoh agama ke luar, mengalun musik bernuansa kekisruhan, tapi
bukan rebut sebagai pengantar masuknya tiga orang tokoh yang tengah
menjalin intrik dan politik di suatu tempat. Tarian persekongkolan digelar
untuk beberapa saat oleh tiga orang tokoh, hingga membentuk pose seperti
patung dengan formasi tertata apik. Kostum mereka nyaris sama hadir
mewakili kaum borjuis angkuh dan rakus.
Adegan 2 :
Tiga orang tokoh melakukan pose, musik berubah bernada aksen mengantar
tiba-tiba turunnya tiga layar kain putih dengan posisi gigiwalang tidak
menghalangi tokoh. Musik pengantar tarian goda mulai digelar. Masuk enam
penari Goda dari arah kanan-tangah-kiri panggung langsung meresponse
kain putih yang disorot lampu atas berwarna merah. Namun ketika ada kontak
dengan tiga orang tokoh yang mematung berubah muka menjadi perempuan
bertopeng dengan wajah menyeramkan dan penuh misteri. Dibalik
ketidaksadarannya tiga orang patung kembali hidup dan bujuk rayu tiga orang
itupun terbius rayuan dan ke luar panggung dengan arah yang berbeda.
Adegan 3 :
Penari goda dan tiga tokoh hitam (dapat dimainkan oleh tokoh perempuan)
keluar. Masuk para penari balon sabun dengan property diupayakan apa
yang dilakukan membentuk balon-balon sabun menggelung, sehingga
panggung terkesan lautan busa yang penuh daya mimpi.
Babak III
Adegan 1:
Padang ilalang yang terbentang dengan romantisme perkampungan nan
elok. Masuk empat tokoh anak berkalung ketepel dari berbagai arah. Berjalan
mundur beberapa langkah menuju satu fokus panggung sambil memutarmutar
koleceran, sehingga tercipta komposisi tarian anak dengan properti
koleceran dan katepel dengan akhir semua anak membentangkan katepel ke
arah langit (atas) dengan posisi berbeda. Seketika bentangan katepel dilepas
dengan fokus cyclorama tengah, maka cyclorama pun berubah jadi silhuoutte
menyala merah dengan dentuman dan rintihan, kepanikan orang-orang.
Keempat anak pun terkesima dan beberapa saat tertegun menyaksikan dan
memperkuat silhouette. Baru setelah mendengar suara lolongan seorang ibu
anak menjadi sadar kembali dengan suasana galau dan tangis.
Ibu : Tolong…! tolong … ! to… long…!
Anak-anak : Ema … Abah …, ibu… bapak …, dst.
(diucapkan dengan pengolahan irama dan
dialek etnis yang berbeda, hingga ke luar
panggung).
Adegan 2-3
Silhoutte masih tampak bahkan lebih dahsyat dengan percikan kembang api.
Masuk empat tokoh Agama secara bergantian dengan tergesa-gesa dari
arah yang berbeda. Semua terkesima. Saat itu pula terbangunkan oleh suara
tangisan anak, berpencar dan mencari dengan konfigurasi mengolah ruang
panggung. Tiba-tiba masuk empat orang anak dengan pakaian yang berbeda
dan arah berbeda, menabrak, dan rubuh. Keempat anak dibopong oleh
masing-masing Pemuka Agama, sebelum ke luar panggung terjadi kontak
penyatuan persepsi dengan olahan konfigurasi gerak dan olahan ruang.
Adegan 4 :
Bopongan anak oleh para Pemuka Agama ke luar panggung ditandai dengan
suara orang-orang ribut dan teriakan dalam suasana penjarahan. Masuk
para penari penjarah dengan properti buntalan, hingga tewas berguguran
karena saling berebutan, saling menyelamatkan dan saling mencederai.
Akhirnya terkapar dengan posisi acak tertata.
Adegan 5 :
Muncul tiga sosok manusia; pertama, seorang Kakek seolah terbangun dari
tidur dari arah kiri panggung meresponse mayat-mayat yang terbujur kaku,
tak lama mendengar suara tangisan bayi diantara kaparan mayat. Sang
Kakek mencari dan mengaisnya dengan penuh kasih sayang. Tak lama
kemudian menggeliat Tiga orang Anak percis baru bangun dari tidur. Ia cepat
berkemas dan bergegas bertanya pada Sang Kakek.
Anak : Hai …, engkau siapa ?
Kakek : Kita sisa dari yang tersisa…
Anak : Kenapa banyak orang tertidur?
(menghampiri Si Kakek)
Kakek : Mereka mayat, saudara kita …
Anak : Makamkan dan berilah penghormatan !
(Menggandeng tangan kemudian berjalan)
Kakek : Bukan itu yang mereka harapkan. Mereka
butuh kasih sayang dan kelayakan seperti kau!
Anak : … dan Kakek?
Kakek : Menunggu kematian!
(Beberapa saat, lampu blackout)
Babak IV
Peristiwa berlangsung di suatu ruangan dengan peralatan mirip kursi
Singgasana Kerajaan dan pelataran luas dalam situasi keraton. Tampak kain
abu atau putih yang disorot lampu dengan filter merah memanjang dari atas
ke bawah dengan motif atau lambang tertentu membentengi Singgasana.
Pilar-pilar kemegahan terpasang dengan kukuh mengisi ruang-ruang
panggung yang kosong.
Adegan 1 :
Masuk Tiga Orang Tokoh Hitam berjas, bersepatu dan berkacamata hitam.
Mereka menuntun kucing hitam bertali. Mereka melakukan tarian kepuasan
dengan response dan property dominan pada kucing.
Adegan 2 :
Tepukan tangan tiga kali mentengarai masuknya para Dayang untuk
menjemput Tiga Orang Tokoh Hitam dan menempatkan kucing-kucing
tersebut pada tiang-tiang mas yang tersedia. Para Dayang memberi makan
dan minum dalam wadah pundi-pundi istimewa, kemudian mengipasi
singgasana tanpa berpenghuni dari arah kiri dan kanan.
Adegan 3 :
Tiba-tiba muncul sosok kepala tanpa tubuh di atas singgasana tergambar
pada kain abu atau putih di tengah panggung dengan menggunakan lampu
efek gobo. Tak lama muncul Tiga Orang Tokoh Hitam berkata dan mendapat
jawaban entah dari mana suara itu datangnya.
Tokoh Hitam : Daulat Tuanku, titah Baginda telah hamba laksanakan!
Suara : Wahai sahabatku, perjuangan kita belum
selesai! (Tiga Tokoh Hitam saling menatap dan
manggut) Para Dayang jamu mereka
sepuasnya! (Para Dayang setengah berdiri
dan berkata ) Hamba laksanakan!
(Silhoutte perlahan menghilang dan kain
tersorot lampu merah tajam bercampur warna lain)
Adegan 4 :
Tepukan tangan tiga kali. Masuklah beberapa para penari persembahan
dengan property bokor tenteng dalam irama gairah dengan nuansa imaji
mimpi yang glamour.
Adegan 5 :
Para Penari Persembahan ke luar, para Tokoh Hitam bangkit dari tempat
duduknya mengantar kepergian para penari. Seketika membalik
membelakangi penonton. Tiba-tiba masuklah Tarian Lapar. Ketiga Tokoh
Hitam perlahan membalik ke arah penonton dalam pose diam tak bersuara.
Tarian tersebut sangat tidak menyenangkan mereka, membuat takut, meronta
dan mau menerkam. Tiga Tokoh Hitam bertepuk tangan bersamaan ke luar
orang membawa kopor berisi uang kertas, kemudian diambil dan ditaburkan
hingga berserakan memenuhi panggung. (para penari lapar tidak meresponse
secara kuat karena bukan itu yang dibutuhkan). Ketiga Tokoh Hitam, tiba-tiba
membuka jas hitam dan melemparkan ke tengah orang-orang lapar. Tampak
dibagian dalam berpakaian kemeja merah berdasi warna kontras. Kucing
mengerang dan seketika itu, para Penari Lapar menyerbu makanan dan
minuman yang ada pada pundi-pundi mas. Ketiga Tokoh Hitam jelang
menyaksikan perilaku para Penari Lapar, segera menjemput jas yang
berserakan kemudian disimpannya dipundak dan diambilnya kucing-kucing
tersebut dengan penuh elusan dan kasih sayang. Ketiga Tokoh Hitam ke luar.
Satu persatu para Penari Lapar bangkit dan kemudian rubuh terkapar,
akhirnya mati.
Babak V
Di sebuah pelataran atau lapang terbuka. Orang-orang tengah asyik
mendengarkan suara propaganda yang bersumber dari efek gobo dengan
gambar matahari yang tersenyum.
Adegan 1 :
Layar dibuka semua orang terfokus pada suara propaganda, ditata secara
apik tanpa bersuara, hanya response-response kecil saja yang tampak.
Jelang beberapa saat muncullah dua sosok berkedok kucing putih dan hitam
dari kerumunan orang. Kedua sosok Kucing tersebut berkelahi dengan
penataan yang apik dan nuansa tarian kucing. Akhirnya kedua Kucing
tersebut berbalik menerkam rakyat tang terpecah menjadi dua. Kedua Kucing
mengeluarkan erangan secara bergantian dan seketika itu suara erangan
memekikan telinga, rakyat berjatuhan satu persatu dan mati. Kedua Kucing
saling menatap, bersahabat dan akhirnya ke luar dengan penuh keakraban
ke arah kiri panggung.
Adegan 2 :
Di tengah mayat yang terbujur kaki memenuhi area panggung, datanglah
empat Pemuka Agama dalam posisi rampak kemudian berpencar larut dalam
Susana penguburan masal yang ditutup kain putih lebar. Keempat Pemuka
Agama pun mundur bersama dan membalik bersama dan akhirnya membuat
lingkaran di poros panggung.
Adegan 3 :
Di balik silhouette berwarna merah, muncul tiga Tokoh Hitam dengan
menggandeng para istrinya berpakaian pesta penuh kebahagiaan. Musik
mulai reda mengalun dan berganti dalam suasana duka, mereka menyalami
para Pemuka Agama. Mereka bergegas ke luar arah kiri panggung, seraya
Pemuka Agama mengantar dan kemudian mundur bersama beberapa
langkah dan segera membalik, pose merenung sebentar dan ke luar bersama
menuju arah kanan panggung.
Adegan 4 :
Empat Pemuka Agama nyaris ke luar panggung, masuk para anak dengan
berpakaian mewakili ibadat masing-masing dari arah kiri panggung seolah
menyusul para Pemuka Agama. Tak lama muncul silhouette empat rumah
beribat di layar belakang diiringi dengan suara dan denting bunyi suasana
peribadatan yang kemudian berubah dengan matahari garang dan panas.
Anak : Bapak…
Suara : Anakku, kukuh teguh pada jati dirimu … Dunia itu fana
tak ada keabadian ! (Pemuka Agama dan Para Anak
tertegun mendengar suara dan merespon datangnya
suara, kemudian mendekat).
Anak : Bapak …! Lelah sudah dalam impian… lama-lama kita
akan tergoda karena ulahnya!
Pemuka Agama : Tidak anakku! (Menghampiri anak, jongkok kemudian
menatihkannya dalam posisi berdiri dan berputar)
Percayalah …! Matahari ada dipundakmu…
Anak : Bapak … apa yang harus perbuat ?
(Keempat Pemuka Agama saling menatap, mengolah panggung seolah
berembug dan seraya berkata).
Pemuka Agama : Makmurkan … tempat-tempat ibadatmu! Kencangkan
tali silaturahim…
(Semua pose berdoa dan tengadah memohon.
Silhoutte berubah menjadi warna-warni cahaya minimal
empat warna simbol keagamaan dengan efek lampu dari
bawah ke atas. Musik pun kembali pada suasana memuja
dan memuji Sang Kuasa)
Ending

Epilog
Tak ada keabadian dalam hidup
Semua hanyalah titipan dan ujian semata
Semua mengharap sang kuasa
Dari tiada kembali tiada.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar